Senin, 05 Maret 2012

penelitian tentang batu bata


Menyetel Masyarakat

Yogya, KU
Seorang lagi peneliti UGM berhasil mendedikasikan ilmunya bagi masyarakat. Berawal dari keragu-raguannya setelah membaca sebuah literatur, peneliti tersebut berhasil memanfaatkan batu kerikil dari limbah Merapi atau yang sering disebut dengan bantak sebagai salah satu bahan untuk membuat beton nonpasir. Saat ini hasil penelitiannya telah diaplikasikan masyarakat. Siapakah peneliti tersebut? Dia adalah Ir. Kardiyono Tjokrodimuljo, M.E., dosen Fakultas Teknik Sipil UGM.
Semula Pak Kardi tidak yakin terhadap apa yang dia baca karena literaturnya ditulis dalam bahasa Inggris. Tetapi, setelah melakukan uji laboratorium, dia percaya. Pada saat itu yang dia uji adalah pecahan genteng sebagai bahan pembuat beton nonpasir. Hasil uji cobanya tersebut kemudian dia pamerkan pada seorang lulusan UGM yang kebetulan datang ke laboratoriumnya. Sang lulusan bertanya tentang lokasi penerapannya.
Mendengar pertanyaan tersebut, Pak Kardi baru sadar bahwa penelitiannya tersebut harus dapat dimanfaatkan oleh masyarakat. �Kalau soal penerapannya ditanyakan, berarti sebenarnya penelitian ini tidak akan berguna jika tidak diterapkan masyarakat. Saya pun terdorong untuk mengadakan penelitian lebih lanjut,� ujar Pak Kardi.
***
Pak Kardi lahir di Purworejo, 25 Maret 1948. Dia menyelesaikan pendidikan S-1 (Ir.) di Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik UGM pada tahun 1976. Selain menjadi dosen tetap di almamaternya, Pak Kardi juga menjabat sebagai Kepala Laboratorium Bahan Bangunan Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik UGM.
Berkat keahliannya dalam bidang bahan bangunan, Pak Kardi telah membimbing berbagai penelitian berkaitan dengan beton, baik untuk tugas akhir maupun tesis beberapa mahasiswanya. Selain itu, sejumlah artikel untuk majalah ilmiah seputar bahan bangunan, beton utamanya, juga telah dia hasilkan, seperti: No-fines concrete for low cost mass housing, Seminar of Recent Development of Concrete Technology and Structures; Kajian Kuat Lekat Antara Beton-Non-Pasir dan Baja Tulangan Polos dengan Kait, Media Teknik; Pemanfaatan Pasir Pantai Sebagai Bahan Agregat Halus Beton Kedap Air, Media Komunikasi Teknik Sipil; dan Pemanfaatan Breksi Batu Apung Asal Pleret untuk Pembuatan Bata Beton Ringan Sebagai Penggant Bata Merah Pejal, Media Teknik, Majalah Ilmiah Teknologi.
Menurut Pak Kardi, pengetahuan masyarakar Indonesia tentang beton masih belum memadai. �Sebenarnya literatur ada banyak, tetapi secara praktiknya belum dikuasai oleh masyarakat Indonesia. Bagaimana cara membuat beton yang baik dan macam-macam beton masih belum dimengerti oleh masyarakar Indonesia,� kata Pak Kardi. Tidak heran bila dia terus berusaha agar masyarakat bisa turut merasakan manfaat penelitiannya.
Dari literatur yang dibacanya, Pak Kardi bisa mengelompokkan beton menjadi tiga golongan, yaitu beton berat, beton normal, dan beton ringan. Sayang yang dikenal masyarakar Indonesia hanya beton normal atau beton biasa saja. Padahal untuk membuat beton normal diperlukan kerikil yang berkualitas bagus. �Kalau begitu terus lama-kelamaan kerikil yang dibutuhkan menyusut jumlah keberadaannya di alam,� ujar Pak Kardi mengungkapkan kekhawatirannya.
Sedangkan beton ringan adalah beton yang kualitasnya di bawah beton normal karena merupakan beton tanpa pasir sehingga teksturnya berongga. Dengan begitu, kerikil yang digunakan tidak perlu sebagus kerikil pada beton biasa. Di sinilah penelitian Pak Kardi mempunyai dampak yang besar bagi lingkungan. �Jika masyarakat mampu membuat beton ringan, tentu saja ia akan mengurangi tingkat pemakaian kerikil berkualitas bagus sehingga jumlahnya di alam akan tetap terjaga,� tutur Pak Kardi.
***
Tidak berhenti pada pecahan genteng saja, suami Dra. Titiek Nuryanti ini berusaha melihat gejala alam yang sedang terjadi. Fenomena yang terjadi di Pleret Bantul adalah mulai berkurangnya lahan sawah karena digunakan untuk membuat batu bata. Pak Kardi pun mencoba meneliti batu apung yang banyak terdapat di Pleret sebagai bahan pembuat beton nonpasir. �Pleret itu gudangnya bata merah. Di sana banyak terdapat pabrik pembuat bata merah yang bahan dasar utamanya menggali dari sawah, sampai-sampai saya mendapat teguran dari Bupati Bantul,� jelasnya.
Setelah penelitiannya terbukti, Pak Kardi dibantu mahasiswa KKN UGM segera mensosialisasikannya pada warga setempat. Setelah dia menganggap cukup, dia beralih ke tempat lain. Kali ini daerah yang dia pilih adalah daerah di sekitar Gunung Merapi, yaitu di Dusun Kemiri Purwobinangun, Sleman. Dia memilih tempat ini karena kualitas kerikilnya hampir sama dengan kualitas kerikil bagus bahan beton normal. �Hanya saja kerikil Merapi ini masih belum diperbolehkan sebagai bahan beton normal karena kualitasnya belum sempurna,� ungkap Pak Kardi.
Selain itu, Pak Kardi ingin masyarakat Purwobinangun bisa memanfaatkan bahan yang ada untuk beton. �Saya ingin membuat masyarakat Purwobinangun sadar bahwa sebenarnya di sekitar mereka banyak yang bisa dimanfaatkan sehingga nantinya mereka bisa berkembang sendiri. Apalagi kerikilnya itukan bebas diambil di sungai pinggir Kali Boyong,� aku Pak Kardi.
Tentu saja perjalanan Pak Kardi tidak mulus begitu saja. Tantangan terbesar yang sempat dia hadapi adalah kepercayaan warga terhadapnya. Masyarakat semula hanya setengah percaya pada Pak Kardi karena memang sebelumnya belum pernah ada. �Rasanya gimana gitu kok masyarakat tidak percaya. Tapi malah menjadi suatu tantangan tersendiri bagi saya. Bagaimana cara menerapkan pada masyarakat kalau tidak ada yang percaya,� tambah Pak Kardi.
***
Menyadari keadaan ini, Pak Kardi tetap bersemangat mensosialisasikan hasil penelitiannya. Dia merasa maklum karena memang di Indonesia penelitian-penelitian yang dilakukan tidak selalu diterapkan pada masyarakat. Hal ini menyebabkan masyarakat kurang percaya pada penelitian. Suatu tantangan tersendiri bagi Pak Kardi untuk membuktikan pada masyarakat bahwa penelitian yang dilakukan ini bukan sekadar teori.
�Mereka itu waktu saya beri teorinya di depan saya bilangnya ya ya ya ya, tapi setelah saya mempraktikkan dibantu mahasiswa KKN dan mereka saya bawa ke Pleret, mereka baru bilang kalau mereka percaya. Berarti sebenarnya waktu saya menjelaskan teori mereka belum sepenuhnya percaya,� kenang anggota Himpunan Ahli Konstruksi Indonesia (HAKI) ini.
Berkat kegigihan Pak Kardi mengajarkan pada masyarakat, saat ini di Dusun Kemiri sudah terdapat sebuah industri rumah tangga yang cukup mapan bernama D�Banthak. Industri tersebut sempat mendapat penghargaan Kreativitas Teknologi dari Bupati Sleman tahun 2005. Kemudian pada tahun 2006 pabrik beton nonpasir tersebut diresmikan. Beton nonpasir ini kemudian dinamai BATAGAMA, alias bata dari Gadjah Mada. Industrinya kemudian berkembang menghasilkan meja kursi taman dan pot bunga yang juga terbuat dari bantak.
***
Setelah mensosialiasikan hasil penelitiannya di Kecamatan Pleret dan Dusun Kemiri, Pak Kardi berharap agar beton nonpasir nantinya dapat dikenal masyarakat luas. Dia ingin masyarakat punya pengetahuan tentang itu dan bisa mempraktikkannya. Dia malah senang kalau ada anggota masyarakat yang berkonsultasi kepadanya.
Menurut Pak Kardi, sebenarnya ada empat manfaat dari penelitiannya, yaitu: (i) memanfaatkan barang yang tidak terpakai menjadi terpakai; (ii) membantu ketersediaan bahan bangunan; (iii) menghemat kerikil untuk beton normal; dan (iv) menyelamatkan sawah dari pembuatan bata merah. �Di Pleret, lumpur sawah dibakar untuk dijadikan bata merah. Bila orang beralih dari tanah liat ke kerikil tentu saja sawah akan selamat dan fungsinya kembali ke pertanian,� harap Pak Kardi.
Saat ini dibantu PT. Semen Gresik, Pak Kardi sedang mensosialisasikan beton nonpasir di Cangkringan. Di sana terdapat sungai Gendhol yang berasal dari Kali Opak yang mempunyai kerikil yang sama dengan yang ada di Dusun Kemiri. Wilayah yang menjadi sasaran Pak Kardi berikutnya adalah Wates, Kulon Progo. Namun, menurut Pak Kardi, kerikil yang ada di Sungai Progo ini berbeda dengan yang ada di Sungai Boyong sehingga saat ini masih dalam tahap penelitian oleh mahasiswa. �Semester pendek mendatang, sekitar bulan Juli-Agustus, saya akan memberikan pelatihan pada masyarakat,� tandas Pak Kardi.
Di masa mendatang, Pak Kardi berharap terjadi efek berantai, yakni dari desa lain dapat meminta ilmu dari desa yang sudah mendapat pelatihan. Sehingga pada akhirnya banyak desa yang mampu mandiri tanpa meminta langsung pada UGM. (wawancara dan penulisan: Susan; editing: Abrar)

Bata ringan


Bata ringan

Posted by Hakiki Sumber : http://hakikigavrila.wordpress.com
Teknologi material bahan bangunan berkembang terus, salah satunya beton ringan aerasi (Aerated Lightweight Concrete/ALC) atau sering disebut juga (Autoclaved Aerated Concrete/ AAC). Sebutan lainnya Autoclaved Concrete, Cellular Concrete, Porous Concrete, di Inggris disebut Aircrete and Thermalite.
Beton ringan AAC ini pertama kali dikembangkan di Swedia pada tahun 1923 sebagai alternatif material bangunan untuk mengurangi penggundulan hutan. Beton ringan AAC ini kemudian dikembangkan lagi oleh Joseph Hebel di Jerman di tahun 1943. Di Indonesia sendiri beton ringan mulai dikenal sejak tahun 1995, saat didirikannya PT Hebel Indonesia di Karawang Timur, Jawa Barat
Adonannya terdiri dari pasir kwarsa, semen, kapur, sedikit gypsum, air, dan alumunium pasta sebagai bahan pengembang (pengisi udara secara kimiawi). Setelah adonan tercampur sempurna, nantinya akan mengembang selama 7-8 jam. Alumunium pasta yang digunakan dalam adonan tadi, selain berfungsi sebagai pengembang ia berperan dalam mempengaruhi kekerasan beton. Volume aluminium pasta ini berkisar 5-8 persen dari adonan yang dibuat, tergantung kepadatan yang diinginkan. Adonan beton aerasi ini lantas dipotong sesuai ukuran.
Adonan beton aerasi yang masih mentah ini, kemudian dimasukkan ke autoclave chamber atau diberi uap panas dan diberi tekanan tinggi. Suhu di dalam autoclave chamber sekitar 183 derajat celsius. Hal ini dilakukan sebagai proses pengeringan atau pematangan.
Saat pencampuran pasir kwarsa, semen, kapur, gypsum, air, dan alumunium pasta, terjadi reaksi kimia. Bubuk alumunium bereaksi dengan kalsium hidroksida yang ada di dalam pasir kwarsa dan air sehingga membentuk hidrogen. Gas hidrogen ini membentuk gelembung-gelembung udara di dalam campuran beton tadi. Gelembung-gelembung udara ini menjadikan volumenya menjadi dua kali lebih besar dari volume semula. Di akhir proses pengembangan atau pembusaan, hidrogen akan terlepas ke atmosfir dan langsung digantikan oleh udara. Nah, rongga-rongga udara yang terbentuk ini yang membuat beton ini menjadi ringan.
Biaya Pasangan Dinding
Bata ringan hebel dijual per m3 sudah diatas Rp1.200.000. Untuk material dinding ukuran yang lazim adalah 20x60cm dengan ketebalan 7cm dan 10 cm atau lebih. Bila memilih bata ringan Hebel ketebalan 10cm berarti 1m3 terdiri dari 83 bata ringan @Rp14.500,- per bata.
1m2 dinding membutuhkan 8,5 bata atau senilai Rp123.250,- per m2
Tidak ekonomis, untuk material dinding
Bata Ringan Ekonomis? apple to apple dong!!
Klaim bahwa bata ringan karena ukurannya yang besar sehingga tidak memerlukan adukan pasangan yang tebal, atau bila menggunakan semen khusus (semen instan/mortar) cukup tipis, sehingga irit semen, dan irit upah.
Saya jarang sekali melihat pasangan bata ringan dijadikan dinding pagar. Tentu hal ini ada alasan yang kuat. Yang pertama tentu saja kekuatan. Kekuatan dinding pagar beton ringan diragukan dapat menyaingi dinding pagar batubata.
Alasan lain adalah tidak ekonomis, alias mahal.
Alasan lain yang tidak lucu adalah, karena pasangan adukannya tipis, boleh jadi mudah dibongkar/dipreteli oleh orang iseng/maling.
Sifatnya yang Lunak
Calon pemakai harus menyadari, sifatnya yang lunak, mudah dikorek oleh benda keras, misalnya obeng, serutan. Kelunakan ini merupakan keunggulan sekaligus kelemahan yang patut dicermati. Dinding bata ringan tidak bisa diperlakukan sama dengan dinding batubata biasa, dalam banyak hal, seperti menggantung beban. Bahkan menggantung lukisan pun perlu penanganan khusus, misalnya dengan mengunakan pisher.
Sekedar INFORMASI : Untuk memproduksi bata ringan AAC diperlukan AUTOCLAVE seharga 1,2Milyar Rupiah belum termasuk ongkos kirim dari China, untuk bahan Alumunium pasta atau powder perlu ijin khusus dari Dephankam, jadi bikin pusing sepuluh keliling.
ADA ALTERNATIF LAIN SELAIN BATA RINGAN AAC YAITU DENGAN MENGGUNAKAN BATA RINGAN FOAM. BISA DIPELAJARI DISINI :
======================================
Foam Generator BCM3 Harga per unit 10 juta, sudah lengkap dengan kompresor

gambar batu bata














BISNIS BATU BATA

MEMBUAT BATU BATA MERAH

Proses produksi batu bata merah, sebagai berikut:
  1. Tanah liat atau tanah lempung yang masih keras dicampur dengan abu sisa pembakaran bata dengan perbandingan 1:3, lalu disiram air secukupnya.
  2. Setelah lunak diaduk dengan cangkul kemudian dimasukan kedalam mesin penggiling.
  3. Lempung yang telah lembut segera dicetak menggunakan mesin.
  4. Setelah dicetak kemudian dikeringkan uap airnya selama sehari dalam oven pengering.
  5. Setelah uap air mengering kemudian batu bata merah setengah jadi tersebut dibakar dengan suhu lebih dari 1000 ° C (1800 ° F) didalam oven pembakar yang menggunakan berambut atau kayu bakar selama kurang lebih 5 hari.